Perjanjian Kerja ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003 Sebagai Panduan Dalam Memahami dan Mengetahui Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh ~ Golden contract
RSS

Perjanjian Kerja ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003 Sebagai Panduan Dalam Memahami dan Mengetahui Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh

2.25.2008

Perjanjian Kerja ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003 Sebagai Panduan Dalam Memahami dan Mengetahui Hak dan Kewajiban Pekerja/Buruh

Oleh : Roni SeeRight

A. Pengertian

Perjanjian kerja menurut Pasal 1 ayat 14 Undang – undang No 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja adalah adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Sedangkan menurut saya perjanjian kerja adalah kesepakatan secara tertulis maupun lisan antara pemberi kerja dengan pekerja atau dengan pihak ke-tiga wakil penerima kerja yang memuat secara singkat maupun lengkap segala yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing pihak serta syarat-syarat pelaksanaannya yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama yaitu keuntungan tanpa merugikan salah satu pihak.

Dari pengertian diatas maka dapat kita peroleh bentuk perjanjian kerja yaitu tertulis atau lisan. Setiap bentuk perjanjian baik tertulis maupun lisan harus sesuai dengan Undang - undang dan kewajiban moral. perjanjian tertulis merupakan perjanjian yang dituangkan secara jelas di atas kertas atau istilah umumnya kita kenal dengan hitam diatas putih sedangkan perjanjian secara lisan merupakan perjanjian secara singkat dengan dasar kepercayaan masing – masing para pihak bisanya perjanjian lisan ini digunakan untuk perjanjian yang mudah pelaksanaannya atau tidak menuntut banyak persyaratan. Perbedaan yang mendasar antara kedua bentuk perjanjian ini adalah kekuatan hukumnya, perjanjian tertulis tentu lebih kuat karena perjanjian tertulis itu dapat menjadi akta otentik atau bukti tertulis dimata hukum sedangkan perjanjian lisan hanya kuat jika ketika mengucapkan terdapat saksi yang mendengar perjanjian tersebut.

Sesuai dengan inti utama dalam berkontrak/perjanjian yaitu adanya kesepakatan maka untuk perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali atau dibuah secara sepihak oleh para pihak atau pihak lain yang bersangkutan dalam kontrak kecuali dengan persetujuan para pihak atau pengadilan menentukan lain.

Para pihak dalam perjanjian kerja bukan saja antara pekerja dan pemberi kerja tetapi pihak lain dapat juga menjadi pihak dalam kontrak kerja jika pekerja tersebut tidak dapat menandatangani perjanjian kerja tetapi dapat bekerja, misalnya orang cacat, buta huruf dan lainnya, untuk itu pihak lain dapat menjadi wakil dan mengawasi pelaksanaan hak-hak pekerja.

Untuk melakukan perjanjian kerja tentu saja harus ada pekerjaan yang dilaksanakan, pekerjaan tidak harus dengan tindakan nyata/gerak tubuh tetapi tanpa melakukan suatu gerakan juga merupakan pekerjaan jika diperjanjikan demikian dan menurut peraturan yang berlaku tidak bertentangan.

Setelah membaca pengertian perjanjian kerja maka dapat dapat kita ketahui dasar dibuatnya suatu perjanjian kerja yaitu :

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;

b. Adanya kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

B. Klausula Dalam Perjanjian Kerja

Dalam perjanjian kerja baik secara lisan maupun secara tertulis umumnya menyangkut hak dan kewajiban para pihak serta syarat - syarat pekerjaan. Dalam perjanjian kerja umumnya klausula perjanjian kerja dibuat secara sepihak dari pemberi kerja hal ini berkaitan dengan alasan kepraktisan. Dengan adanya kontrak sepihak maka sering terdapat kontrak yang merugikan salah satu pihak dan juga disebabkan kedudukan pihak pekerja biasanya lebih lemah dari pemberi kerja.

Untuk perjanjian kerja tertulis sekurang - kurangnya memuat:

a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. jabatan atau jenis pekerjaan;

d. tempat pekerjaan;

e. besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Sesuai dengan isi/muatan dalam perjanjian kerja diatas maka dapat kita kelompokkan menjadi:

1. Identitas Para Pihak

2. Informasi Pekerjaan

3. Hak dan Kewajiban para pihak serta Syarat – syarat kerja

4. Keabsahan Perjanjian kerja

Dalam perjanjian kerja harus memuat segala informasi tentang perusahaan dan calon pekerja, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut merupakan calon yang baik dan apakah perusahaan tersebut legal atau sedang dalam masalah. identitas para pihak juga penting dalam pemenuhan hak dan kewajiban para pihak. Identitas paling tidak memuat nama perusahaan, alamat perusahaan, jenis usaha, nama calon pekerja, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.

Informasi pekerjaan lainnya menyangkut jabatan atau jenis pekerjaan, tempat pekerjaan, mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja. Seseorang yang ingin bekerja tentu saja harus tau sebelumnya apa yang harus dikerjakan, begitu pula dengan pemberi kerja harus tau kemampuan seorang tenaga kerja apakah sesuai dengan kebutuhan bidang kerja yang diberikan. Sebagai seorang calon tenaga kerja harus mengetahui terlebih dulu agar dapat disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki sehingga mendapat tempat yang sesuai dengan pengalaman yang dimiliki.

Mengenai waktu mulai dan berakhirnya perjanjian dapat dibagi dua yaitu :

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu

2. untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud didasarkan atas :

a. Jangka waktu misalnya satu tahun, dua tahun atau lebih

b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu, dapat didasarkan pada tercapainya tujuan diadakannya suatu pekerjaan serta batas-batas pekerjaannya, mislnya pekerjaan pembangunan rumah di dalam laut artinya setelah pekerjaan selesai maka berakhirlah perjanjian kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.dan jika disyaratkan maka menjadi batal demi hukum.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

c. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

d. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Jika perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan sekurang kurangnya memuat keterangan :

a. nama dan alamat pekerja/buruh;

b. tanggal mulai bekerja;

c. jenis pekerjaan; dan

d. besarnya upah.

Dalam perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulandan calaon pekerja mendapat upah sesuai dengan upah minimum yang berlaku.

C. Hak dan Kewajiban para pihak

C.1 Hak Pekerja/Karyawan

Setiap pekerja mempunyai hak dari pemerintah dan pemberi kerja diantaranya berupa perlakuan dan kesempatan, perlindungan, pengupahan dan keselamatan kerja, hal ini bertujuan agar tercipta hubungan kerja yang baik sehingga tercapai tujuan masing – masing dan akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat.

a. Perlakuan dan Kesempatan

· Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

· Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Setelah menyelesaikan pelatihan kerja maka pekrja/karyawan memperoleh sertifikasi dari badan nasional sertifikasi profesi yang independen

· Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai de ngan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. yang dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.

b. Perlindungan

Setiap pekerja atau calon tenaga kerja dilindungi oleh pemerintah. Perlindungan tersebut dilakukan untuk menjaga pelaksanaan hak pekerja/buruh terhadap penyandang cacat, anak – anak, perempuan, waktu kerja dan kesehatan dan keselamatan kerja.

Masalah mempekerjakan anak mempunyai aturan ketat tersendiri yaitu pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Anak yang berumur dibawah 13 (tiga belas) tahun sedangkan diatasnya dapat dipekerjakan tetapi untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Seorang anak dilarang keras dipekerjakan sebagai budak, produksi narkoba dan miras, serta pekerjaan yang dapat membahayakan nyawa anak. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan:

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e. Keselamatan dan kesehatan kerja;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Untuk perempuan pemerintah memberikan perlindungan demi menghormati hak – hak perempuan sebagai seorang perempuan adapun perlindungan yang diberikan yaitu :

1. perempuan hamil mempunyai hak untuk tidak bekerja yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya jika bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

2. Pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 mempunyai hak untuk mendapat makanan dan minuman bergizi; dan perlindungan kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

3. Pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 berhak mendapat angkutan antar jemput.

Setiap perusahaan tertentu mempunyai waktu kerja tertentu sesuai dengan perjanjian masing – masing para pihak, untuk melindungi pekerja/karyawan pemerintah memberikan standard tersendiri meliputi:

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Untuk sektor tertentuKetentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu.

c. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pengusaha juga dapat mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja diatas tetapi harus memenuhi syarat ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan, bekerja melebihi waktu kerja biasa disebut waktu kerja lembur dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu dan berhak membayar upah kerja lembur. Untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu ketentuan waktu kerja lembur tidak berlaku.

Dalam setiap aturan waktu kerja pekerja/buruh berhak mendapat waktu istirahat dan cuti, meliputi:

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c. Cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Hak ini hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja dan kesehatan kerja merupakan hal yang serius untuk diperhatikan, selama ini banyak cara yang dilakukan dalam memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Standar keselamatan dan kesehatan kerja telah dimiliki masing - masing perusahaan berdasarkan jenis usaha dan pekerjaan yang dijalani dan Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

d. Pengupahan

Mengenai besar kecilnya upah ditentukan kemampuan dan tanggung jawab yang di emban oleh tanaga kerja selain itu golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi dapat mempengaruhi.

Untuk menjaga agar perusahaan tidak semena – mena terhadap karyawan maka pemerintah mempunyai standar upah minimum yang dibagi berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang diatur sesuai dengan kebutuhan hidup standar oleh karena itu setiap daerah kabupaten pasti menerapkan jumlah upah yang berbeda dan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi :

a. upah minimum;

b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. bentuk dan cara pembayaran upah;

g. denda dan potongan upah;

h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j. upah untuk pembayaran pesangon; dan

k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Bagi pengusaha terdapat hak untuk melakukan melakukan peninjauan upah secara berkala dengan mem-perhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Pengusaha juga berhak untuk tidak membayar upah pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

Untuk waktu kerja tertentu jika ada pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan waktu tertentu.

Ada beberapa keadaan dimana pekerja/karyawan tidak bekerja tetapi gajinya harus dipenuhi, adapun keadaan itu diantaranya :

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,

d. mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, uami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

f. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya;

g. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

h. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

i. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuanpengusaha; dan

j. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Dalam memberikan upah untuk keadaan tertentu tentunya mempunyai batas waktu, pemerintah menetapkannya berupa untuk yang sakit untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Sedangkan untuk keadaan pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari, menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari, mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Jika pengusaha sengaja atau lalai membayaran upah maka dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem-bayarannya atau upah buruh harus diutamakan dari segala kewajiban lainnya. Untuk tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja akan menjadi kadaluwarsa atau tidak dapat dituntut lagi setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.

  1. Kesejahteraan

Seorang buruh/karyawan/pekerja mempunyai hak untuk dijamin kesejahteraannya oleh pengusaha, selama ini jaminan yang diberikan dikenal dengan jaminan sosial tenaga kerja. Pemberian jaminan kesejahteraan dilaksanakan oleh perusahaan, pemberian jaminan sosial oleh pengusaha tidak dijamin oleh pemerintah karena jaminan sosial diberikan berdasarkan kemampuan suatu perusahaan, pemerintah hanya membuat standar pemberian jaminan sosial.

Dalam suatu perusahaan untuk memenuhi kesejahteraan karyawan maka perusahaan dapat membentuk koperasi buruh/karyawan. Koperasi ini merupakan suatu kegiatan yang positif dimana lewat koperasi karyawan/buruh dapat meningkatkan kebersamaan dan dapat juga menambah tanggung jawab taerhadap jalannya roda perusahaan.

  1. Uang Pesangon, Penghargaan Kerja dan Uang Penggantian Hak

Uang pesangon timbul dari adanya pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja adalah momok yang ditakuti oleh tiap buruh/kerja, pemutusan hubungan kerja sebenarnya tidak sewenang – wenang di lakukan oleh perusahaan, ada beberapa keadaan perusahaan tidak diperbolehkan melakukan pemutusan hubungan kerja, yaitu :

a. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,

b. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;

c. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. Pekerja/buruh menikah;

e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;

g. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Alasan yang diperbolehkan untuk pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh adalah jika pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidanapenjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Untuk pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :

a. upah pokok,

b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Jika penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari. Sedang untuk upah yang dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota. Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Untuk pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya, pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali, pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan dan pekerja/buruh meninggal dunia tidak memerlukan proses yang lebih sulit dari pemutusan hubungan kerja karena pailit atau karena keadaan dimana pekerja dipecat.

Untuk menghitung uang pesangon dapat dilakukan sebagai berikut :

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Sedangkan untuk Perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan yaitu :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Untuk uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi :

  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur,
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja,
  3. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
  4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Jika pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin ter-hitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib dengan ketentuan sebagai berikut :

a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;

b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;

c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;

d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana. Tetapi apabila pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. Jika dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerja berhak mendapat uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak.

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Untuk pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak adapun syarat mengundurkan diri adalah :

  1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
  2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
  3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali, uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali, dan uang penggantian hak.

C.2 KEWAJIBAN KARYAWAN

Jika memperhatikan UU Tenaga Kerja sangat sedikit ditemukan hal mengatur tentang kewajiban para pekerja/karyawan tetapi sebaliknya lebih banyak mengatur kewajiban pengusaha, seharusnya sebagai sebuah undang harus dapat menampung segala kepentingan baik pihak pengusaha, pekerja dan pihak lain, hanya ada satu kewajiban buruh yang dapat ditemukan yaitu pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada da-lam perjanjian kerja bersama. Sepantasnya Undang – undang Tenaga Kerja diganti nama menjadi Undang - undang Kewajiban Pengusaha atau Undang – undang Hak Pekerja. Kewajiban pekerja untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian kerja tidak diatur, mungkin UU ini menganggap pekerja/buruh ini adalah anak kecil yang perlu dilindungi, akhirnya pekerja/buruh banyak yang manja dan sedikit – sedikit demo/unjuk rasa.