Pemberian uang suap untuk masuk menjadi CPNS/Swasta ditinjau dari segi perikatan (perjanjian) menurut KUHPer ~ Golden contract
RSS

Pemberian uang suap untuk masuk menjadi CPNS/Swasta ditinjau dari segi perikatan (perjanjian) menurut KUHPer

3.15.2008


Suap menyuap bukanlah lagi perkara aneh di Indonesia, hal itu timbul lagi – lagi karena kurangnya kesadaran dalam bermasyarakat baik dari segi hukum, moral, agama, pendidikan dan mental seorang masyarakat. Banyak orang mencari jalan pintas untuk menyelesaikan suatu masalah dengan masalah, sikap ini terjadi karena tidak ada mental bersaing dan mungkin karena terbiasa hidup santai alias bermalas – malasan. Sudah menjadi rahasia umum suap menyuap terjadi dalam penerimaan calon PNS baik di instansi Hukum, Militer, Polisi, departemen pemerintah dan instansi lainnya, hal ini memang sangat disayangkan dimana calon – calon penyelenggara negara dari awal sudah terlibat KKN. Tetapi yang lebih disayangkan lagi, ada sejumlah oknum yang memanfaatkan kepolosan orang – orang yang berharap nasibnya bisa berubah tanpa banyak usaha dengan janji dapat memasukkan seseorang menjadi CPNS. Oknum tersebut meminta sejumlah uang dengan perjanjian jika tidak masuk uang “hangus” atau dipotong 75% dimana sebenarnya dia tidak mempunyai “tangan gaib”(kekuasaan) untuk itu, oknum tersebut hanya beradu nasib, yah kalau masuk tidak masuk tetap untung, padahal dia hanya ongkang – ongkang kaki diruma sambil baca koran dengan secangkir kopi serta pisang goreng dimulut. Hal seperti inilah yang disebut penipuan yaitu saat yang dijanjikan tidak terlaksana orang tidak masuk dan uang melayang artinya sudah jatuh tertimpa tangga habis itu tertimpa sayap pesawat terbang yang lepas pesawat UFO karena tidak ada maskapai yang mengakui, yang pasti sial-sesial sialnya. Lalu apakah dalam kejadian seperti itu uang dapat kembali ?, sah – kah perjanjian tersebut? dapatkah kita penjarakan penipu tersebut ?

Pernah suatu hari klien saya bercerita mengenai suatu kasus penipuan, kira kira kronologis kasusnya seperti ini :

Suatu hari dengan semangatnya dia ingin masuk CPNS di salah satu departemen di pemerintahan, setelah mengikuti beberapa kali tahap ujian/seleksi sampailah kepada tahap wawancara, tetapi dasar nasib lagi tidak berteman dengannya diapun tidak lulus. Tahun berikutnya dia mencoba lagi dan ternyata malah tidak sampai tahap wawancara. Dengan hampir putus asa dia bertemu dengan temannya yang dulu satu kuliah, temannya tersebut merupakan lulusan terbaik di kampusnya. Temannya ini sekarang sudah bekerja di salah satu intansi departemen pemerintah yang dapat menentukan salah atau tidaknya seseorang, setelah lama melepas rindu akhirnya sampailah pada pembahasan bagaimana masuk ke departemen tersebut, dengan semangat, lugu serta tidak merasa bersalah temannya ini bercerita bahwa pada waktu dia mengikuti test CPNS, sebelumnya dia telah memberikan uang kepada “orang dalam” sebesar Rp. 150 jt guna memperlancar semuanya dan dengan bangga temannya tersebut mengatakan dia lulus PNS. Setelah becerita semua hal yang berkaitan dengan cara dia masuk PNS tersebut dan dengan tidak malu dia menambahkan bahwa uang itu kemungkinan besar dapat “kembali” pada waktu tertentu.

Setelah mendengar hal tersebut akhirnya dia berkonsultasi dengan orang tuanya dan orang tuanya mau menyediakan uang yang diperlukan untuk “orang dalam” tersebut. Hari yang dinanti tiba, pengumuman rekruitmen CPNS untuk departemen yang di idam – idamkannya pun diumumkan, dengan sangat gencar dia mencari orang dalam tersebut hingga ketemu. Dalam kesempatan pertemuan itu, “orang dalam” tersebut berjanji akan membantu memperlancar dan menjadikannya PNS di departemen tersebut dan klien saya ini diminta menyerahkan uang sebesar Rp. 150 jt, dengan perjanjian jika masuk maka uang tersebut itu otomatis menjadi milik “orang dalam” itu tetapi jika ternyata gagal dengan dengan alasan kondisi sulit maka uang akan kembali dengan dipotong 50%.

Hari ujianpun datang dan dengan semangat 45 dia mengikuti ujian dengan penuh keyakinan dan sambil berujar dalam hati yang ditujukan kepada peserta lain “dasar orang bodoh, capek-capek ikut ujian kalian tidak akan lulus, aku kan sudah ngasih duit”. Setelah menunggu 4 minggu pengumuman ditempelkan di papan dan ternyata namanya tidak masuk, dengan segera disambarnya telepon genggam dari tasnya dan menekan tombol sesuai dengan nomor handphone “orang dalam” tersebut dan ternyata yang menjawab “mbak vero” menyuruh meninggalkan pesan dan hal ini berulang sampai beberapa hari.

Dengan penuh kesal dia segera berubah menjadi detektif pencari fakta dan mencari fakta keberadaan “orang dalam” tersebut. Setelah tanya sana – sini akhirnya didapat fakta bahwa “orang dalam” yang ditemuinya tersebut memang bekerja di departemen tersebut dan sampai saat ini masih terdaftar disana sebagai cleaning service, betapa terpukul hatinya mendengar fakta tersebut, tapi tidak apa – apa pikirnya besok aku akan kesana dan meminta uang yang telah diberikannya.

Dari kantin departemen tersebut dilihatnya “orang dalam” tersebut sedang menikmati segelas kopi sambil membaca majalah hukum. Segera didekatinya dan duduk didepannya, tetapi dengan santainya “orang dalam” tersebut bertanya bagaimana tetsnya, lulus atau tidak ?. Hampir saja tinju klien saya melayang ke muka “orang dalam” tersebut tetapi karena keadaan ramai maka niat tersebut diurungkannya, sembari mencoba tenang klien saya menjelaskan bahwa dia tidak tertera di pengumuman kelulusan hasil ujian tertulis dan artinya dia tidak mungkin lulus. Orang dalam tersebut hanya berkata “lalu anda mau apa?”, dan dengan suara yang agak ditekan klien saya berkata agar mengembalikan uangnya kalau tidak dilapor kepolisi. Tetapi kembali dengan santai orang dalam tersebut hanya berkata “laporkan saja” kemudian menyeruput kopinya. Dari kejadian tersebut klien saya sekaligus teman saya ini datang kepada saya berkonsultasi mengenai kasus tersebut, dia ingin uangnnya kembali dan orang tersebut dipenjarakan.

Dari segi hukum memang telah terjadi suatu perjanjian diantara mereka yaitu perjanjian untuk berbuat sesuatu sesuai dengan Pasal 1234 KUHPer yakni “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.” Berbuat sesuatu artinya bahwa diantara mereka ada kesepakatan untuk melakukan suatu perbuatan yaitu usaha meloloskan seseorang untuk menjadi PNS, dan pada Pasal 1239 disebutkan “Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib

diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur

tidak memenuhi kewajibannya.” Dari pasal ini dapat kita peroleh kekuatan hukum bahwa kemungkinan untuk memperoleh uangnya kembali dapat dilakukan.

Sebelum kita menjawab pertanyaan selanjutnya ada baiknya kita ketahui sedikit tentang perjanjian. Dari segi bentuk perjanjian dapat dibedakan atas perjanjian tertulis dan tidak tertulis artinya asal ada perjanjian atau istilah yang diucapkan tanpa ditulis atau ditulis diatas kertas, daun atau batu atau media lain itu sudah termasuk kontrak, dan dari kasus diatas dapat kita lihat bahwa perjanjian diantara mereka termasuk perjanjian tidak tertulis karena tidak dituangkan dalam bentuk kontrak atau hanya diucapkan tanpa bukti tertulis.

Persoalan berikutnya adalah dasar dari perjanjian tersebut yaitu untuk melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku, yaitu menjadikan seseorang menjadi PNS tanpa melalui prosedur yang ditetapkan atau secara melawan hukum. Apakah perjanjian ini sah atau tidak? Dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Pentingnya Pasal 1320 KUHPerdata disebabkan dalam pasal tersebut diatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu adanya kata sepakat, adanya kecakapan, terdapat objek tertentu dan terdapat klausa yang halal. Dilihat dari perjanjiannya telah memenuhi unsur sahnya perjanjian dari yang pertama sampai ke tiga, yaitu antara mereka ada kata sepakat, umur klien saya ini pada waktu itu sudah 23 tahun dan tidak gila, objeknya yaitu melakukan suatu perbuatan diatas, tetapi jika dilihat yang ke unsur ke empat yaitu klausula yang halal artinya isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku sedangkan yang mereka lakukan adalah ilegal karena alasan yang telah saya sebutkan diatas.

Memang jika melihat Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang merupakan tiangnya hukum perdata berkaitan dengan penjabaran dari asas kebebasan berkontrak, yaitu bebas membuat jenis perjanjian apa pun, bebas mengatur isinya dan bebas mengatur bentuknya tetapi dalam hal ini kita bebas sebebas – bebasnya membuat perjanjian dengan segala isinya tetapi tetap saja harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPer. Dari pembahasan yang telah ada dapat kita ketahui bahwa perjanjian itu tidak sah menurut hukum.

Jika kita melihat perjanjian tersebut dapat kita ketahui bahwa perjanjian tersebut adalah perjanjian bersyarat artinya perjanjian tersebut berlaku untuk peristiwa belum diketahui yang dibebani dengan syarat – syarat tertentu. Untuk perjanjian bersyarat pada pasal 1254 berbunyi “Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana,sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku. Sehingga perjanjian tersebut tetap batal dan tidak berlaku.

Setelah membahas dari segi sahnya perjanjian maka kita akan membahas apakah uang tersebut dapat kembali. Dilihat dari pasal 1328 yang berbunyi Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan. Pasal ini memungkinkan untuk kita membatalkan perjanjian, tetapi kita harus dapat membuktikan bahwa hal itu benar – benar merupakan penipuan dan merupakan tipu muslihat dari pertamanya. Untuk membuktikan hal itu diperlukan suatu analisis yang tajam dan alasan yang kuat sehingga tidak terjerumus terhadap kelemahan dari perjanjian itu sendiri dimana pihak yang dirugikanpun sebenarnya sudah tahu bahwa perjanjian tersebut adalah melanggar hukum, tetapi dalam kasus ini dimana kondisi klien saya saat itu dalam keadaan tertekan secara psikologis dan ditambah dengan adanya kesanggupan dari “orang dalam” tersebut sehingga mengakibatkan klien saya menyanggupi dan menyetujui perjanjian tersebut. dengan pembatalan perjanjian maka perjanjian diaggap tidak dapt dilaksanakan dan para pihak wajib mengembalikan ke keadaan semula sebelum perjajian dilakukan.

Jika di bawa ke pengadilan penekanan terhadap isi dari perjanjian harus ditutupi sebisa mungkin dan dipisahkan dari gugatan walaupun sebenarnya gugatan berawal dari perjanjian tersebut, sehingga untuk kasus ini masih dimungkinkan adanya pengembalian uang klien saya tersebut. mengenai dapatkan “orang dalam: tersebut dipenjara, untuk urusan ini karena bukan merupakan bagian dari perdata maka akan dibahas di lain waktu tetapi jawabannya adalah dapat.


copyright by sihar roni sirait SH